Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kematian bayi dengan kekurangan gizi. Keadaan gizi yang buruk bisa menurunkan daya tahan anak sehingga anak rentan terserang penyakit dan bisa berujung pada kematian.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54% kematian bayi dan anak dilatarbelakangi keadaan gizi yang buruk. Karena itu, Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih, menyatakan, meski gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kelompok bayi dan balita, terutama usia 0-2 tahun.
"Karena di masa itu, tumbuh kembang yang optimal (periode emas) mencakup pertumbuhan jaringan otak. Sehingga, bila terjadi gangguan pada masa itu, kebutuhan nutrisi tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya," kata Endang pada acara peresmian Rumah Pemulihan Gizi Balita di Yogyakarta, pada 12 Maret 2010.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak bergizi kurang atau buruk, awalnya berasal dari anak yang sehat. Perjalanan anak sehat menjadi kekurangan gizi biasanya terjadi 3-6 bulan, yang ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak normal.
"Selain memantau berat badan, upaya pencegahan yang sangat efektif adalah dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Dan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat setelah bayi berusia 6 bulan, serta mendapatkan kapsul vitamin dosis tinggi setiap Februari dan Agustus, dan menggunakan garam bersodium untuk kebutuhan konsumsi," ujar Endang memaparkan.
Ia juga mengungkapkan, anak yang menderita kurang gizi bila diberikan makanan tambahan selama 60-90 hari, kondisi tubuhnya bisa kembali normal. Sementara, untuk anak yang menderita gizi buruk harus dirawat guna mendapatkan perawatan medis seperlunya, karena sangat rentan terkena penyakit infeksi dan komplikasi penyakit lain. Bahkan, risiko kematian. Untuk memulihkan gizi buruk perlu waktu yang cukup lama. Rata-rata, 12-16 minggu. • VIVAnews
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54% kematian bayi dan anak dilatarbelakangi keadaan gizi yang buruk. Karena itu, Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih, menyatakan, meski gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kelompok bayi dan balita, terutama usia 0-2 tahun.
"Karena di masa itu, tumbuh kembang yang optimal (periode emas) mencakup pertumbuhan jaringan otak. Sehingga, bila terjadi gangguan pada masa itu, kebutuhan nutrisi tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya," kata Endang pada acara peresmian Rumah Pemulihan Gizi Balita di Yogyakarta, pada 12 Maret 2010.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak bergizi kurang atau buruk, awalnya berasal dari anak yang sehat. Perjalanan anak sehat menjadi kekurangan gizi biasanya terjadi 3-6 bulan, yang ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak normal.
"Selain memantau berat badan, upaya pencegahan yang sangat efektif adalah dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Dan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat setelah bayi berusia 6 bulan, serta mendapatkan kapsul vitamin dosis tinggi setiap Februari dan Agustus, dan menggunakan garam bersodium untuk kebutuhan konsumsi," ujar Endang memaparkan.
Ia juga mengungkapkan, anak yang menderita kurang gizi bila diberikan makanan tambahan selama 60-90 hari, kondisi tubuhnya bisa kembali normal. Sementara, untuk anak yang menderita gizi buruk harus dirawat guna mendapatkan perawatan medis seperlunya, karena sangat rentan terkena penyakit infeksi dan komplikasi penyakit lain. Bahkan, risiko kematian. Untuk memulihkan gizi buruk perlu waktu yang cukup lama. Rata-rata, 12-16 minggu. • VIVAnews
obat paling ampuh untuk sipilis
BalasHapusobat paling ampuh buat sipilis
obat paling ampuh untuk penyakit sipilis
obat sipilis paling ampuh
obat sipilis yg manjur